Meneruskan postingan sebelumnya dengan tema sama yang membahas Timor Leste, kali ini akan membahas Brunei Darussalam. Tahukah kamu bahwa di sisi utara Pulau Kalimantan (Borneo) terdapat Negara Brunei Darussalam yang meski terlihat menjadi satu wilayah utuh ternyata wilayahnya terpisah oleh wilayah negara tetangganya, Malaysia? Kali ini kita akan membahas mengapa wilayah Brunei Darussalam terpisah menjadi 2.
Posisi Brunei-Malaysia di Pulau Kalimantan
Peta Pembagian Wilayah Pulau Kalimantan. Sumber: Wikipedia |
Perbatasan Brunei–Malaysia terdiri dari perbatasan darat sepanjang 481.3 km dan perbatasan laut yang membentang dari garis pantai kedua negara ke tepi landas benua di Laut China Selatan. Kecuali garis pantai Laut China Selatan, Brunei sepenuhnya dikelilingi oleh negara Sarawak di Malaysia dan Brunei hanya memiliki perbatasan darat dengan Malaysia. Brunei memiliki bentuk wilayah yang unik di mana wilayahnya terdiri dari dua bagian yang tidak bersebelahan menghasilkan perbatasan dengan Malaysia yang dibagi menjadi dua segmen.
Brunei sendiri memiliki klaim atas landas benua sepanjang 200 mil laut yang membuatnya menjadi penuntut sebagian Laut China Selatan yang dipersengketakan beberapa klaim yang tumpang tindih oleh Tiongkok, Taiwan dan Vietnam. Malaysia juga merupakan penuntut di daerah tersebut tetapi perjanjian bilateral dengan Brunei telah memecahkan klaim yang tumpang tindih atas laut teritorial Brunei.
Sejarah Brunei Darussalam
James Brooke tiba dan mulai menguasai Sarawak |
Catatan-catatan dari Tiongkok dan Arab menunjukkan bahwa kesultanan Brunei telah ada sejak setidaknya abad VII atau VIII Masehi. Kesultanan awal ini kemudian ditaklukkan oleh Sriwijaya pada awal abad IX dan kemudian menguasai Kalimantan utara dan Filipina. Setelah itu mereka dikalahkan oleh Majapahit, tetapi setelah itu berhasil memerdekakan diri dan menjadi negara yang maju.
Kesultanan Brunei mencapai masa kejayaan dari abad XV sampai XVII, ketika daerah kekuasaannya mencapai seluruh pulau Kalimantan dan kepulauan Filipina. Brunei terutama paling kuat dalam masa pemerintahan sultan kelima, Bolkiah (1473-1521), yang terkenal karena perjalanan-perjalanannya di samudera dan menaklukkan Manila; dan pada masa pemerintahan sultan kesembilan, Hassan (1605-1619), yang mengembangkan sistem pengadilan kerajaan, yang unsur-unsurnya masih terdapat sampai hari ini.
Setelah Sultan Hassan, kejayaan Brunei memudar karena perebutan kekuasaan dan juga bertumbuhnya pengaruh kekuasaan kolonial Eropa di daerah itu yang, antara lain, mengacaukan jalur-jalur perdagangan tradisional, menghancurkan dasar ekonomi Brunei dan banyak kesultanan Asia Tenggara lainnya. Pada 1839, petualang Inggris James Brooke sampai ke Kalimantan dan menolong Sultan Brunei menumpas sebuah pemberontakan. Sebagai imbalannya, ia menjadi gubernur dan kemudian "Rajah Putih" dari Sarawak di Kalimantan barat laut dan kemudian mengembangkan daerah kekuasaan di bawah pemerintahannya. Brooke tidak pernah mengambil alih kekuasaan di Brunei, walaupun ia mencoba untuk melakukan hal itu. Ia bertanya kepada pemerintah Britania apakah ia boleh mengakui Brunei sebagai miliknya, tetapi ditolak. Walaupun Brunei diperintah dengan kurang baik, ia memiliki perasaan dan identitas nasional, dan karena itu tidak dapat direbut oleh Brooke.
Sementara itu, British North Borneo Company memperluas kekuasaannya di daerah Kalimantan timur laut. Pada 1888, Brunei menjadi negara lindungan pemerintah Britania Raya, dan walaupun tetap memegang otonomi namun di bawah kekuasaan Britania dalam hubungan luar negeri. Pada 1906, Brunei lebih erat lagi dikuasai Britania ketika kekuasaan eksekutif dialihkan kepada seorang Residen yang mengatur semua hal kecuali adat dan agama lokal.
Pada 1959, sebuah undang-undang dasar baru ditulis dan mencanangkan Brunei sebagai negara yang memerintah diri sendiri, walaupun hubungan luar negeri, keamanan dan pertahanan tetap dipegang oleh Britania Raya, sekarang diwakili oleh seorang Komisioner Tinggi. Sebuah usaha pada 1962 untuk memperkenalkan sebuah badan legislatif yang sebagian anggotanya dipilih dan memiliki kekuasaan terbatas dibatalkan setelah partai politik oposisi Partai Rakyat Brunei meluncurkan pemberontakan bersenjata, yang ditaklukkan pemerintah dengan bantuan tentara Britania. Pada akhir 1950-an dan awal 1960-an, pemerintah juga menolak untuk bergabung dengan Sabah dan Sarawak di negara Malaysia yang baru terbentuk. Sultan Brunei kemudian memutuskan bahwa Brunei akan menjadi negara yang terpisah.
Pada 1967, Omar Ali Saifuddin turun tahta untuk anak laki-lakinya yang kedua, Hassanal Bolkiah, yang menjadi penguasa ke-29. Sang mantan sultan tetap menjadi menteri pertahanan dan mengambil gelar Seri Begawan. Pada 1970, ibu kota Brunei Town diganti namanya menjadi Bandar Seri Begawan untuk menghormatinya. Seri Begawan wafat pada 1986.
Pada 4 Januari 1979, Brunei dan Britania Raya menandatangani sebuah perjanjian persahabatan dan kerjasama baru. Pada 1 Januari 1984, Brunei Darussalam menjadi negara merdeka.
Terbelahnya Brunei Darussalam
Pembagian Wilayah Brunei Menjadi 4 Distrik. Sumber: Sulaiman & Shahdan, 2007. |
Wilayah Brunei terbagi menjadi dua bagian yang dipisahkan oleh negara bagian Sarawak, Malaysia. Wilayah utama Brunei berada di bagian barat dan satunya lagi merupakan wilayah Temburong yang merupakan eksklave di bagian timur.
Lantas, mengapa wilayah Brunei ini bisa terbagi menjadi dua bagian? Untuk menjawab pertanyaan tersebut mari kita kembali ke sekitar awal abad ke-15. Saat itu wilayah Kesultanan Brunei mencakup seluruh daerah pesisir dari pulau Kalimantan
bahkan hingga ke Filipina
Namun, seiring berjalannya waktu, kekuatan dari Kesultanan Brunei terus
menurun yang membuat cakupan wilayahnya juga ikut mengecil hingga pada tahun
1839 datanglah orang-orang yang menjadi penyebab dari banyak masalah perbatasan negara yang ada
di dunia termasuk yang paling terkenal yaitu konflik Palestina-Israel, Inggris.
Pada tahun tersebut seorang pelaut dari
Inggris yang bernama James Brooke berhasil meredam pemberontakan yang terjadi di wilayah Sarawak. Saat itu wilayah Sarawak hanya terdiri dari bagian wilayah Kucing dan serial serta masih di bawah pemerintahan Kesultanan Brunei.
Karena keberhasilan tersebut akhirnya James Brooke ditunjuk untuk memerintah
Sarawak keluarga Brooke yang memerintah Sarawak dikenal juga dengan sebutan Raja Putih. Setelah menguasai wilayah Serawak selanjutnya mulai dari tahun 1841 keluarga Brooke terus memperluas wilayah Sarawak. Pada tahun 1882 wilayah Sarawak meluas hingga ke Sungai Baram yang menjadi
batas barat dari wilayah Brunei yang sekarang.
Selang 2 tahun kemudian Sarawak juga merebut wilayah Terusan. Pada saat itulah untuk pertama kalinya wilayah Brunei terbagi menjadi dua bagian. Namun dua bagian wilayah yang terbagi tersebut berbeda dengan wilayah Brunei yang sekarang. Tidak cukup sampai di situ, pada tahun 1890 Sarawak melakukan aneksasi atau merebut secara paksa wilayah Limbang dari Brunei karena dianggap penting secara ekonomi. Akibatnya, silayah Brunei yang tersisa saat itu bahkan terbagi menjadi 3 bagian. Pada tahun 1905 Sarawak kembali menganeksasi wilayah Lawas dari Brunei sehingga membuat wilayah Brunei yang tersisa hanya terdiri dari dua bagian yang menjadi cikal bakal wilayah Brunei yang kita ketahui saat ini.
Setelah tahun tersebut tidak ada perubahan lagi dari wilayah daratan Brunei
hingga negara ini mencapai kemerdekaannya dari Inggris pada tanggal 1 Januari 1984. Saat ini wilayah Brunei tidak terpisah lagi sepenuhnya seperti yang kita lihat
pada peta. Pada tahun 2014 telah dibangun jembatan untuk menghubungkan bagian
wilayah utama Brunei dengan wilayah eksklave Temburong.
Jembatan tersebut mulai dibuka pada Maret 2020 dan dinamai dengan jembatan Sultan Haji Omar Ali Saifudin yang dianggap sebagai Bapak Arsitek Brunei modern. Jembatan tersebut juga menjadi jembatan terpanjang di Asia Tenggara dengan panjang mencapai 30 km. Dengan adanya jembatan baru itu, perjalanan antar dua wilayah Brunei ini dapat ditempuh dengan waktu yang lebih singkat tanpa harus melalui wilayah Malaysia terlebih dahulu.